Komponen-komponen Pendidikan


         Pendidikan adalah sistem yang merupakan suatu totalitas struktur yang terdiri dari komponen yang saling terkait dan secara bersama menuju kepada tercapainya tujuan (Soetarno, 2003: 2).
1. Pendidik
        Pendidik adalah orang yang diserahi tugas atau amanah untuk mendidik. Pendidikan itu sendiri dapat berarti memelihara, membina, membimbing, mengarahkan, menumbuhkan. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab XI pasal 39 tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan dinyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi. Di pundak pendidik terletak tanggung jawab yang amat besar dalam upaya mengantarkan peserta didik ke arah tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan cultural transition yang bersifat dinamis ke arah suatu perubahan secara kontinue, sebagai sarana vital bagi membangun kebudayaan dan peradaban umat manusia.
    Dengan demikian, pendidik adalah orang yang diberi amanah untuk tidak saja membuat perencanaan, melaksanakan pembelajaran, menilai, membimbing, tetapi juga melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Hal ini berarti bahwa seorang pendidik tidak hanya bertugas untuk mentranfer ilmu, melainkan harus selalu mengadakan penelitian dalam rangka menyesuaikan pengetahuannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat.
Dalam pendidikan, pendidik dapat dikelompokkan menurut statusnya, atas; pendidik karena kodrati dan pendidik karena profesi. Pendidik kodrati adalah orang tua dan pendidikan karena profesi yang dimaksud adalah guru. Kelahiran anak-anak dalam suatu keluarga, merobah status orang tua menjadi seorang pendidik karena kodrat. Pendidik karena kodrat ini tidak bisa digantikan oleh siapapun. Berbeda halnya dengan pendidik karena profesi, seperti guru. Guru bisa saja digantikan oleh orang atau guru lain, tidak sama dengan orang tua, karena kelahiran tidak dapat digantikan, dan itu yang menjadikan orang tua sebagai pendidik karena kodrat.

Syaifullah (1982) mendasarkan pada konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang termasuk kategori pendidik adalah 
1) Orang Dewasa
    Orang dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh sifat umum kepribadian orang dewasa, sebagaimana dikemukakan oleh Syaifullah adalah sebagai berikut : 
a. Manusia yang memiliki pandangan hidup prinsip hidup yang pasti dan tetap, 
b. Manusia yang telah memiliki tujuan hidup atau cita-cita hidup tertentu, termasuk cita-cita untuk mendidik, 
c. Manusia yang cakap mengambil keputusan batin sendiri atau perbuatannya sendiri dan yang akan dipertanggungjawabkan sendiri, 
d. Manusia yang telah cakap menjadi anggota masyarakat secara konstruktif dan aktif penuh inisiatif, 
e. Manusia yang telah mencapai umur kronologs paling rendah 18 th, 
f. Manusia berbudi luhur dan berbadan sehat, 
g. Manusia yang berani dan cakap hidup berkeluarga, dan 
h. Manusia yang berkepribadian yang utuh dan bulat.
2) Orang Tua
  Kedudukan orang tua sebgai pendidik, merupakan pendidik yang kodrati dalam lingkungan keluarga. Artinya orang tua sebagai pedidik utama dan yang pertama dan berlandaskan pada hubungan cinta-kasih bagi keluarga atau anak yang lahir di lingkungan keluarga mereka. Secara umum dapat dikatan bahwa semua orang tua adalah pendidik, namun tidak semua orang tua mampu melaksanakan pendidikan dengan baik. Sebagaimana telah dikemukakan dalam bahasan di atas, bahwa kemampuan untuk menjadi orang tua sama sekali tidak sejajar dengan kemampuan untuk mendidik.
3) Guru/ Pendidik di Sekolah
    Guru sebagai pendidik disekolah yang secara lagsung maupun tidak langsung mendapat tugas dari orang tua atau masyarakat untuk melaksanakan pendidikan.
4) Pemimpin Masyarakat atau Pemimpin Keagamaan
  Peran pemimpin masyarakat menjadi pendidik didasarkan pada aktifitas pemimpin dalam mengadakan pembinaan atau bimbingan kepada anggota yang dipimpin. Pemimpin keagaam sebagai pendidik, tampak pada aktifitas pembinaan atau pengembangan sifat kerokhanian manusia, yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan.

Dalam UU RI. Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Bab III pasal 7 ayat (1) dinyatakan bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: 
a. Memiliki bakat, minat, penggilan jiwa dan idealisme; 
b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia; 
c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugasnya; 
d. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya; 
e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; 
f. Memperoleh penghsilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; 
g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; 
h. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesio-nalan; dan 
i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur halhal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. 
    Demikian beberapa syarat yang sebaiknya dimiliki oleh seorang guru, karena selain dia mengajar untuk pengembangan peserta didik, baik secara kognitif, afektif, dan psikomotorik, juga dia sebagai pendidik yang bertangggung jawab membina keperiadian anak didiknya, dan harus menjadi teladan bagi anak didiknya.
Hubungan antara pendidik dengan peserta didik
       Menurut Ikhwan al-Safa, hubungan yang terjadi antara pendidik dengan peserta didik itu lebih erat dan kuat dibandingkan dengan hubungan yang terjadi antara orang tua dengan anak-anaknya. Hal ini disebabkan ranah pendidikan adalah khusus untuk pembenahan jiwa, sehingga seorang peserta didik dapat diistilahkan sebagai anak kandung-rohaniah dari para pendidik/guru.
Hubungan antara guru dengan murid itu lebih kuat dan lebih kekal abadi, karena apabila hubungan yang terjadi antara orang tua dengan anak adalah hubungan jasadiyah di mana hubungan ini akan rusak bersamaan dengan rusaknya jasad, sedangkan hubungan rohaniah yang terjadi antara guru dan murid akan kekal abadi karena ruh/jiwa tidak akan rusak meskipun jasadnya telah rusak.

2. Peserta Didik
        Anak didik atau peserta didik konotasinya adalah pada orang-orang yang sedang belajar. Anak didik lebih dititik beratkan kepada anak-anak yang masih dalam tarap perkembangan, baik fisik maupun psikis, belum dewasa, dan masih membutuhkan bantuan dan pertolongan dari orang-orang dewasa di sekitarnya. Istilah peserta didik mengandung makna yang lebih luas, mencakup anak yang belum dewasa, dan juga orang yang sudah dewasa, tetapi masih dalam tarap mencari atau menuntut ilmu dan keterampilan.
Anak didik atau peserta didik semuanya menjadi salah satu sub sistem dalam sistem pendidikan. Keberadaan peserta didik dalam sistem pendidikan merupakan hal yang mutlak untuk berlangsungnya aktivitas pendidikan. Tanpa peserta didik, pendidikan tidak mungkin berjalan, sebab tidak ada gunanya guru tanpa anak didik. Peserta didik, selain sebagai objek pendidikan, juga sebagai subjek pendidikan
Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil, melainkan suatu peribadi yang memiliki karakteristik secara individual, yang berbeda dengan orang lain. Oleh karena itu, setiap anak mempunyai kebutuhan sendirisendiri, dan membutuhkan perhatian dari pendidiknya.
 Dalam proses pembelajaran, peserta didik harus menyadari hal-hal sebagai berikut: 
a. Belajar merupakan proses jiwa 
b. Belajar menuntut konsentrasi 
c. Belajar harus didasari sikap tawadhu’ 
d. Belajar bertukar pendapat hendaklah setelah mantap pengetahuan dasarnya 
e. Belajar harus mengetahui nilai dan tujuan ilmu pengetahuan yang dipelajari 
f. Belajar secara bertahap 
g. Tujuan belajar adalah untuk berakhlak al-karimah.

3. Tujuan Pendidikan
       Muhammad al-Toumy al-Syaibany mengemukakan bahwa secara sederhana tujuan pendidikan itu adalah: “perubahan yang diingini yang diusahakan oleh proses pendidikan untuk dicapainya, baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya, atau pada kehidupan masyarakat dan pada alam sekitar individu itu hidup atau pada proses pendidikan sendiri dan proses pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai proporsi di antara profesi-ptofesi asasi dalam masyarakat”.
Kalau diperhatikan pengertian tersebut, tampak bahwa tujuan pendidikan itu diarahkan pada tiga bidang, yaitu tujuan yang berkaitan dengan individu, kehidupan sosial, dan proses pengajaran itu sendiri. Tujuan pendidikan adalah perubahan yang dikehendaki atau ingin diwujudkan melalui aktivitas pendidikan. Tujuan pendidikan merupakan puncak dari segala usaha yang berhubungan dengan aktivitas pendidikan, karena semua komponen pendidikan diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
         Secara hierarki, tujuan pendidikan (pembelajaran) itu seperti anak tangga yang bersusun ke atas. Misalnya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, harus dimulai dari pencapaian tujuan pembelajaran atau indikator, kemudian kompetensi dasar, lalu standar kompetensi, tujuan institusional, tujuan pendidikan nasional, dan terakhir tujuan hidup nasional.

Al-Abrasyi membagi tahapan-tahapan tujuan pendidikan kepada tiga tahap, yaitu: 
a) Tujuan tertinggi atau terakhir, yakni tujuan yang tidak diatasi oleh tujuan-tujuan lain, bersifat umum dan tidak terinci, tidak dibatasi pelaksanaannya pada institusi-institusi khas, tetapi wajib dilaksanakan pada seluruh institusi dalam masyarakat. 
b) Tujuan umum pendidikan, yakni perubahan-perubahan yang dikehendaki dan diusahakan oleh pendidikan untuk mencapainya. Tujuan ini dapat dikaitkan dengan institusi pendidikan tertentu atau tahap pendidikan tertentu.
c) Tujuan khas atau khusus pendidikan, yakni perubahan-perubahan yang diingini yang bersifat cabang yang termasuk di bawah tiap-tiap cabang atau bagian tujuan dari tujuan-tujuan umum dan akhir atau terteninggi.
Tujuan umum dan tujuan khusus pendidikan dapat mengalami perubahan sejalan dengan perubahan proses hidup dan kehidupan manusia sesuai dengan perubahan zaman.18 Dengan demikian, tujuan pendidikan ini harus menyesuaikan diri dengan perubahan itu, kecuali tujuan akhir yang bersifat parmanen.

4. Alat Pendidikan
        Alat pendidikan adalah segala sesuatu atau apa saja yang dipergunakan dalam usaha mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan sebagi usaha, juga merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Jadi alat pendidikan dapat alat dari suatu alat, yaitu alat pendidikan. Segala perlengkapan yang dipakai dalam usaha pendidikan disebut dengan alat pendidikan.
Alat pendidikan memiliki persamaan dengan media pendidikan, tetapi juga terdapat perbedaan. Kalau alat pendidikan merupakan segala sesuatu atau apa saja yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Alat lebih mengarah pada apa saja, termasuk segala yang digunakan, baik benda, aktivitas, metode, anjuran, larangan, hukuman, dan semacamnya yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan media mencakup sesuatu yang digunakan untuk mengantar atau menjadi perantara pesan kepada penerima pesan. Jadi media pendidikan adalah apa yang digunakan sebagai perantara antara peserta didik dengan pengetahuan atau bahan ajar yang ada dalam buku-buku atau mengantar peserta didik memahami apa yang diajarkan, baik bersifat perangkat keras (hard ware), mapun perangkat lunak (soft ware).
Alat pendidikan lebih luas cakupannya dibandingkan dengan media pendidikan. Suatu alat yang digunakan untuk mengantar pesan-pesan pendidikan atau bahan ajar agar peserta didik sebagai penerima pesan cepat memahami pesan itu, maka ia berfungsi sebagai media. Tetapi jika alat hanya digunakan sebagai alat dalam proses pembelajaran, maka itu hanya sebagai alat.

5. Lingkungan Pendidikan
      Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta menentukan corak pendidikan yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap peserta didik. Lingkungan dapat berupa lingkungan sosial, lingkungan nonsosial. Lingkungan sosial berupa lingkungan yang terdiri atas manusia yang ada di sekitar anak yang dapat memberi pengaruh terhadap anak, baik sikap, perasaan, atau bahkan keyakinan agamanya, misalnya lingkungan pergaulan. Lingkungan nonsosial adalah lingkungan alam sekitar berupa benda atau situasi, misalnya keadaan ruangan, peralatan belajar, cuaca, dan sebagainya, yang dapat memberikan pengaruh pada peserta didik.
Pemahaman mengenai pengaruh lingkungan terhadap anak atau peserta didik merupakan keharusan bagi setiap pendidik, termasuk para guru. Dengan pemahaman hal ini, para pendidik/guru dapat memberikan penjelasan dan mempengaruhi anak secara lebih baik. Kurangnya pemahaman tentang lingkungan dan pengaruh yang ditimbulkannya, menyebabkan masyarakat selalu melemparkan tanggung jawab kepada sekolah dan guru jika terjadi hal-hal yang dianggapnya menyimpang atau tidak sesuai dengan keinginannya. Misalnya prestasi anak menurun, nakal, dan sebagainya. Tanpa berpikir panjang, para orang tua melemparkan kesalahan itu pada sekolah, tanpa menyadari bahwa mereka merupakan lingkungan yang terdekat dengan anak yang dapat memberikan pengaruh, baik yang bersifat positif maupun negatif.

      Di antara lingkungan yang banyak memengaruhi peserta didik adalah lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (tripusat pendidikan).
- Keluarga merupakan lingkungan alamiah tempat berlangsungnya pergaulan yang khas di antara sesama anggotanya. Pergaulan yang berlangsung dalam keluarga memberikan pengaruh terhadap anak yang dapat dilihat dalam pergaulan di luar keluarga. Anak merupakan cermin mini dari sebuah keluarga. Misalnya anak yang nakal di sekolah pada umumnya di rumah/keluarga ia mendapat didikan yang kasar atau kurang kasih sayang. Di sekolah ia nakal untuk mencari perhatian dari gurunya dan teman-temannya.
- Sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang banyak berpengaruh terhadap peserta didik. Di sekolah para peserta didik mempelajari apa yang tidak dapat diajarkan orang tua di rumah, berupa pengetahuan dan keterampilan. Di sini anakanak diajarkan mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan dan diterapkan secara ketat disertai dengan sanksi terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan, penanaman disiplin, waktu belajar diatur secara terjadwal. Hal seperti ini jarang atau bahkan tidak ditemukan di dalam keluarga. Ini menyebabkan banyak anak di awal tahun pertama masuk sekolah kaget dan stress, karena suasana sekolah sangat berbeda dengan suasana di dalam keluarga. lingkungan keluarga dan sekolah merupakan lingkungan yang banyak menentukan perkembangan peserta didik. Orang tua dan guru merupakan faktor yang menentukan.
- Lingkungan masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga sesudah keluarga dan sekolah. Pendidikan dalam masyarakat boleh dikatakan pendidikan secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan secara tidak sadar oleh masyarakat. Anak didik sendiri secara sadar atau tidak mendidik dirinya sendiri, mencari pengetahuan atau pengalaman sendiri. Pengaruh dalam masyarakat, kadang dialami secara tidak sadar, dan berlangsung tanpa perencanaan dan tujuan yang jelas.
Dengan demikian, lingkungan pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat), merupakan tiga pusat pendidikan (tripusat pendidikan) yang harus membangun kemitraan. Apa yang sudah terbangun dalam keluarga yang dianggap sudah baik, dilanjutkan di sekolah dan yang dianggap salah diluruskan oleh sekolah. Demikian pula apa yang sudah diletakkan dasardasarnya oleh keluarga dan dilanjutkan oleh sekolah, hendaknya dipelihara oleh masyarakat.


MIND MAPPING KOMPONEN-KOMPONEN PENDIDIKAN



DAFTAR PUSTAKA
Saat Sulaiman. 2015. Faktor-Faktor Determinan dalam Pendidikan. Jurnal Al-Ta’dib. Vol 8. No 2.
Munirah. 2015. Sistem Pendidikan di Indonesi: Antara Keinginan dan Realita. Vol2. No 2. 233-245.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post