LANDASAN PEMBELAJARAN TERPADU

CHAPTER REPORT

LANDASAN PEMBELAJARAN TERPADU

Pembelajaran terpadu merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran dengan tujuan untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Bermakna disini adalah diharapkan siswa akan memahami konsep-konsep yang telah mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan mampu menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami.

Pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada praktek pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak. Pelaksanaan pendekatan pembelajaran terpadu ini bertolak dari suatu topik atau tema yang dipilih dan dikembangkan oleh guru bersama-sama dengan anak. Tujuan dari tema ini bukan hanya untuk menguasai konsep-konsep mata pelajaran, akan tetapi konsep-konsep dari mata pelajaran terkait dijadikan sebagai alat dan wahana untuk mempelajari dan menjelajahi topik atau tema tersebut. Jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional, maka pembelajaran terpadu tampaknya lebih menekankan pada keterlibatan anak dalam proses belajar atau mengarahkan anak secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan. Pendekatan pembelajaran terpadu ini lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing).

Landasan-landasan yang perlu mendapatkan perhatian guru dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu di sekolah dasar meliputi landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan praktis. 

1. Landasan filosofis 

Landasan filosofis menjadi landasan utama yang melandasi aspek-aspek lainnya. Perumusan tujuan/kompetensi dan isi/materi pembelajaran terpadu pada dasarnya bergantung pada pertimbangan-pertimbangan filosofis. Pandangan filosofis yang berbeda akan mempengaruhi dan mendorong pelaksanaan pembelajaran terpadu yang berbeda pula. Secara filosofis, kemunculan pembelajaran terpadu sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat berikut: 

  •  Aliran progresivisme beranggapan bahwa proses pembelajaran pada umumnya perlu sekali ditekankan pada: (a) pembentukan kreativitas, (b) pemberian sejumlah kegiatan, (c) suasana yang alamiah (natural), dan (d) memperhatikan pengalaman siswa. Dengan kata lain proses pembelajaran itu bersifat mekanistis (Ellis, 1993). Aliran ini juga memandang bahwa dalam proses belajar, siswa sering dihadapkan pada persoalan-persoalan yang harus mendapatkan pemecahan atau bersifat problem solving. Dalam memecahkan masalah tersebut, siswa perlu memilih dan menyusun ulang pengetahuan dan pengalaman belajar yang telah dimilikinya. Dalam hal demikian maka terjadi proses berpikir yang terkait dengan “metakognisi”, yaitu proses menghubungkan pengetahuan dan pengalaman belajar dengan pengetahuan lain untuk menghasilkan sesuatu (J. Marzano et al, 1992). Terdapatnya kesalahan atau kekeliruan dalam proses pemecahan masalah atau sesuatu yang dihasilkan adalah sesuatu yang wajar, karena hal itu merupakan bagian dari proses belajar.
  • Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Sebab itu, pengalaman orang lain yang diformulasikan misalnya dalam suatu buku teks perlu dihubungkan dengan pengalaman siswa secara langsung. Aliran konstruktivisme ini menekankan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. Bagi konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada siswa, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan sendiri. 
  • Aliran humanisme melihat siswa dari segi: (a) keunikan/kekhasannya, (b) potensinya, dan (c) motivasi yang dimilikinya. Siswa selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan. Implikasi dari hal tersebut dalam kegiatan pembelajaran yaitu: (a) layanan pembelajaran selain bersifat klasikal, juga bersifat individual, (b) pengakuan adanya siswa yang lambat dan siswa yang cepat, (c) penyikapan yang unik terhadap siswa baik yang menyangkut faktor personal/individual maupun yang menyangkut faktor lingkungan sosial/kemasyarakatan.

Secara fitrah siswa memiliki bekal atau potensi yang sama dalam upaya memahami sesuatu. Implikasi wawasan tersebut dalam kegiatan pembelajaran yaitu: (a) guru bukan merupakan satu-satunya sumber informasi, (b) siswa disikapi sebagai subjek belajar yang secara kreatif mampu menemukan pemahamannya sendiri, (c) dalam proses pembelajaran, guru lebih banyak bertindak sebagai model, teman pendamping, pemberi motivasi, penyedia bahan pembelajaran, dan aktor yang juga bertindak sebagai siswa (pembelajar). Dilihat dari motivasi dan minat, siswa memiliki ciri tersendiri. Implikasi dari pandangan tersebut dalam kegiatan pembelajaran yaitu: (a) isi pembelajaran harus memiliki manfaat bagi siswa secara aktual, (b) dalam kegiatan belajarnya siswa harus menyadari penguasaan isi pembelajaran itu bagi kehidupannya, dan (c) isi pembelajaran perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan, pengalaman, dan pengetahuan siswa.

2. Landasan Psikologis

Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran terpadu tersebut disampaikan kepada peserta didik dan bagaimana pula peserta didik harus mempelajarinya, dengan kata lain berkenaan dengan penentuan cara/metode pembelajaran. Dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara peserta didik dengan lingkungan belajarnya, baik lingkungan yang bersifat fisik, maupun lingkungan sosial. Melalui pembelajaran diharapkan adanya perubahan perilaku peserta didik menuju kedewasaan, baik fisik, mental/intelektual, moral, maupun sosial. Namun demikian, perlu juga diingatkan bahwa tidak semua perubahan perilaku peserta didik tersebut mutlak sebagai akibat intervensi dari proses pembelajaran, ada juga yang dipengaruhi oleh kematangan peserta didik itu sendiri atau pengaruh dari lingkungan di luar kelas. Pandangan-pandangan psikologis yang melandasi pembelajaran terpadu dapat diuraikan sebagai berikut:

  • Pada dasarnya masing-masing peserta didik membangun realitasnya sendiri. Dengan kata lain, pengalaman langsung peserta didik adalah kunci dari pembelajaran yang berarti bukan pengalaman orang lain (guru) yang ditransfer melalui berbagai bentuk media.
  • Pikiran seseorang pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk mencari pola dan hubungan antara gagasan-gagasan yang ada. Pembelajaran terpadu memungkinkan peserta didik untuk menemukan pola dan hubungantersebut dari berbagai disiplin ilmu.
  • Pada dasarnya peserta didik adalah seorang individu dengan berbagai kemampuan yang dimilikinya dan mempunyai kesempatan untuk berkembang. Dengan demikian, peran guru bukanlah satu-satunya pihak yang paling menentukan, tetapi lebih banyak bertindak sebagai tut wuri handayani.
  • Keseluruhan perkembangan anak adalah terpadu dan anak melihat dirinya dan sekitarnya secara utuh (holistik).

3. Landasan Praktis

Landasan praktis berkaitan dengan kondisi-kondisi nyata yang pada umumnya terjadi dalam proses pembelajaran saat ini, sehingga harus mendapat perhatian dalam pelaksanaan pembelajaran terpadu. Landasan praktis diperlukan karena pada dasarnya guru harus melaksanakan pembelajaran terpadu secara aplikatif di dalam kelas. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam pelaksanaannya pembelajaran terpadu juga dilandasi oleh landasan praktis yaitu sebagai berikut:

  • Perkembangan ilmu pengetahuan begitu cepat sehingga terlalu banyak informasi yang harus dimuat dalam kurikulum.
  • Hampir semua pelajaran di sekolah diberikan secara terpisah satu sama lain, padahal seharusnya saling terkait.
  • Permasalahan yang muncul dalam pembelajaran sekarang ini cenderung lebih bersifat lintas mata pelajaran (inter disipliner) sehingga diperlukan usaha kolaboratif antara berbagai mata pelajaran untuk memecahkannya.
  • Kesenjangan yang terjadi antara teori dan praktek dapat dipersempit dengan pembelajaran yang dirancang secara terpadu sehingga peserta didik akan mampu berpikir teoritis dan pada saat  yang sama mampu berpikir praktis.



Daftar Pustaka

Ananda, Rusydi dkk. (2018). PEMBELAJARAN TERPADU: Karakteristik, Landasan, Fungsi, Prinsip Dan Model. Medan : LPPPI.

Herry Hernawan, Asep dkk. (2011). Konsep Dasar dan Model-model Pembelajaran Terpadu. Jakarta : Universitas Terbuka.

Malawi, Ibadullah dkk. (2019). Teori dan Aplikasi Pembelajaran Terpadu. Magetan : AE Media Grafika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post